Sehinggaperlu diawasi dan ditemani oleh sang kakak Eril. "Jadi inginnya tuh di sana bareng (adik), apalagi kan cewek ya masih takut gitu lah kalau sendirian di luar negeri," tambah Eril. Sebelumnya diberitakan, putra sulung Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Emmeril Kahn Mumtadz (Eril), terseret arus Sungai Aare, Bern, Swiss, pada Kamis 26 Mei
- Arumi Bachsin rela meninggalkan dunia keartisan usai menikah dengan Emil Dardak. Kini ia pun menikmati kegiatannya menjadi seorang Ibu dan istri dari pejabat daerah. Emil Dardak, diketahui saat ini menjabat sebagai Wakil Gubernur Jawa Timur sejak 13 Februari 2019. • Istri Marcell Darwin Bagikan Potret Maternity 9 Bulan, Beri Respon saat Dikomentari Terlalu Vulgar • Pemeran Tisna Mengundurkan Diri Tinggalkan Ojak dan Pur di Tukang Ojek Pengkolan, Begini Rating TOP Karier Emil Dardak di politik terbilang moncer sejak menikahi Arumi Bachsin. Arumi Bachsin dan Emil Dardak Sebelum jadi Wagub, Emil pernah menjabat sebagai Bupati Trenggalek sejak 17 Februari 2016 hingga 12 Februari 2019. Emil sendiri bukanlah pria yang berasal dari keluarga sembarangan. Emil merupakan cucu H. Mochamad Dardak, salah satu kyai Nahdlatul Ulama. Ayahnya adalah Hermanto Dardak, Wakil Menteri Pekerjaan Umum periode tahun 2010-2014. Sementara ibunya bernama Sri Widayati. Dari sang ibu mengalir darah Letjen Anumerta Wiloejo Poespojudo, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional pertama di era Presiden Soekarno. BACA SELENGKAPNYA ======>>>>>
Sertaada juga yang ikut suami yang bekerja di luar negeri. Namun, untuk tinggal di luar negeri bukanlah sesuatu yang mudah. Kini Angie hidup di London untuk mendampingi suami bertugas. Angie pun jarang muncul lagi di layar kaca Indonesia meski beberapa kali ia terlihat proyek film. Potret keseharian 10 seleb Tanah Air saat kuliah di “Aduh, Bund… Selamat, yaaa, suaminya dapat beasiswa untuk sekolah ke luar negeri. Asyik, nih, bisa jalan-jalan ke Eropa. Jangan lupa kalau pulang bawain oleh-oleh parfum Dior atau tas Longchamp ya, Bund. Mumpung murah-murah, kan, di sana? Jangan cuma cokelat aja. Bosen saya…”Kalimat-kalimat yang tak jarang saya dengar saat itu. Padahal dalam hati saya ingin berkata, “Haduh, kok ya sudah sampai sana mikirnya? Visa saja belum tentu dapat, kok sudah ngimpi mau jalan-jalan dan belanja? Belanjain kamu, milih pula, kok pedenya setengah mampus.”Mendapat beasiswa itu baru awal dari sebuah perjalanan ya, Adik-adik. Masih banyak rentetan perjuangan yang nggak muncul di permukaan. Ngertinya jalan-jalan saja. Cari kos-kosan saja belum dapat, mana di sana nggak semudah di Indonesia. Asal dapat yang kosong, bayar, sudah kesadaran penuh, saya sebagai support system memerintahkan otak saya agar selalu ingat bahwa jangan sampai saya sebagai pendamping suami—alih-alih membantu meringankan beban di pundaknya—malah justru menambah beban situs pencarian, banyak ditemukan berbagai macam tips meraih beasiswa, strategi memilih jurusan yang diminati, atau bahkan cara hidup di sebuah kota bagi mahasiswa baik di dalam maupun luar negeri. Tapi ada satu yang terlewat, bagaimana kiat-kiat menjadi pendamping hidup pasangan yang sedang mengambil program pendidikan. Padahal perannya amat vital, namun tak jarang lepas dari dengan saya yang kebetulan pernah menjadi anak sekolah juga? Seharusnya sedikit banyak tahu rasanya. Selain itu, saya belajar banyak dari Ibu yang juga diberi kesempatan mendampingi Bapak ketika menjadi mahasiswa S3 di penghujung masa pensiunnya. Sabar adalah kunci. Eits, nggak cuma itu, berikut tips berdasarkan pengalaman saya menjadi pendamping hidup seorang mahasiswa yang mendapat beasiswa ke luar negeri1 Luruskan niatSebenarnya nggak cuma kuliah di luar negeri saja, mau di mana dan ngapain saja pun kita harus kembali ke niat awal. Sekolah untuk menimba ilmu dan target utamanya adalah selesai. Baik penerima beasiswa maupun bukan, bahkan di dalam atau di luar negeri bagi saya sama saya, selama mendampingi suami sekolah S3, doa yang saya panjatkan hanya “cepat lulus, cepat pulang, gek ndang genti gawean.” Usai menerima beasiswa, pilihannya hanya ada dua berjalan kalau perlu berlari untuk menyelesaikan atau jalan di tempat menikmati euforia sampai lupa tujuan utama. Hidup itu banyak godaan. Kalau nggak kuat iman, ya jangan heran kalau nantinya nggak sesuai harapan. Ingatlah untuk selalu kembali meluruskan niat.2 Belajar untuk lebih memahami diri sendiri sekaligus pasanganProses dalam membina rumah tangga termasuk di dalamnya agar lebih memahami diri sendiri berbarengan dengan memahami pasangan. Siap telinga dan pundak untuk mendengar keluh kesah pasangan. Banyak juga yang nggak mampu menyelesaikan pendidikan dengan berbagai macam latar belakang problematika. Bahkan kasus bunuh diri juga nggak sedikit, lho. Kira-kira apa yang mereka butuhkan agar dapat terhindar dari hal demikian, ya? Tentu saja pasangan hidup yang juga harus belajar untuk memahami.“Wah, pasangan saya lagi butek, butuh refreshing, nih.” Ya kita sebagai pasangan harus mengerti. Minimal nggak nambahin masalah, deh. Itu sudah bagus banget.3 Tidak pernah menyuruh untuk mengerjakan disertasiLho gimana, sih? Orang sekolah kok nggak boleh ngerjain disertasi? Gimana mau lulus? Sebentar, Sayang, mahasiswa S3 itu harusnya sudah dewasa. Bahkan saat ia memutuskan untuk mengambil program doktoral pun sudah paham konsekuensinya. Ya harus bertanggungjawab mengerjakan disertasi, to? Saya pikir hal itu sudah ada di dalam memang nggak pernah “menyuruh” suami saya untuk ini dan itu. Sebagai gantinya, saya menciptakan suasana yang nyaman serta menjamin perutnya kenyang agar dia dapat berkonsentrasi mengerjakan disertasi. Ini saya ingat-ingat betul lantaran saya adalah seorang ibu-ibu yang rawan cerewet. Alih-alih membantu, malah bikin pasangan tambah pusing gara-gara dicerewetin. Sudah bisanya cuma nyuruh-nyuruh, nggak bantuin, eh, malah ngirimin tangkapan layar keranjang belanja daring yang lagi diskon. Gimana disertasi bisa cepat selesai, Bund? Hahaha…Pernah lihat linimasa mahasiswa yang sedang belajar ke luar negeri? Tampak seru dan menyenangkan, kan? Sayangnya kita nggak tahu apa yang ada di dalam hati dan pikiran mereka. Mungkin rindu kampung halaman atau stres banyak tugas kuliah? Bahkan bisa jadi sedang putus cinta dengan kekasihnya yang berada di belahan dunia lain. Kita nggak pernah tahu…Kalaupun bukan keluarga kita, minimal kasih dukungan laaah ke mereka. Baik yang sedang bersekolah maupun pendamping hidupnya. Menjadi pendamping hidup mahasiswa S3 itu ya sama beratnya dengan yang sekolah. Ha mbok kiro ora po? Kene yo meh kenthir je… JUGA 8 Alasan Membenci Mahasiswa Ambis. Makanya Jangan Saklek! dan tulisan Arum Puspitorukmi Mojok merupakan platform User Generated Content UGC untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di diperbarui pada 6 Januari 2022 oleh Administrator Mendampingisuami tugas di KBRI Tokyo (2003-2006) dan KBRI Sydney (2009-2013). Suka membaca, menulis dan traveling. Tulisannya pernah dimuat dimajalah Kartini dan Kompasiana. Motivasi menulis sebenarnya ingin menjawab pertanyaan teman-teman tentang kehidupan saat mendampingi suami dan ingin berbagi cerita selama mendampingi suami tugas di luar Kamu mau ikut suami yang akan atau sedang studi di luar negeri? Excited tentunya, bisa jadi kesempatan honeymoon kedua. Tapi jangan terlalu senang dulu ya, sebelum kamu pastikan kamu sudah menyiapkan semuanya. Ada banyak yang perlu disiapkan sebelum kamu berangkat mendampingi pasanganmu studi di luar negeri. Mulai dari mengurus Visa, mencari tempat tinggal, hingga belanja barang-barang yang perlu dibawa. Persiapan material yang demikian memang penting, tapi ada hal yang nggak kalah penting untuk kamu siapkan agar keharmonisan hidup kalian di sana tetap terjaga. Menjadi pendamping suami yang sedang studi di luar negeri itu tak semudah yang kamu kira. Penting sekali untuk memiliki pemahaman dan persiapan mental sebelum kamu pindah ke luar negeri untuk mendampingi suami. Karena jika kamu berangkat dengan mindset dan ekspektasi yang salah, maka dampaknya bisa fatal ke kehidupan rumah tangga. Sudah ada contoh pasangan-pasangan yang berpisah karena istri yang mendampingi suaminya studi salah ekspektasi. Jangan sampai ini terjadi ke kamu ya. Lalu apa saja hal yang perlu kamu pahami untuk menjaga keharmonisan rumah tangga saat mendampingi suami studi di luar negeri? Silakan simak poin-poin di bawah ini. a. Di kisah ini, suamimu tokoh utama, kamu peran pendukungnya Tujuan kamu berangkat ke luar negeri adalah untuk mendampingi pasanganmu yang akan melanjutkan studi. Tentunya kalian sepakat bahwa dengan bersama-sama, maka akan lebih baik bagi kalian berdua. Tapi yang perlu kamu pahami adalah, dalam bab kehidupan kalian yang ini, suamimu lah tokoh utamanya. Dia ada di fase yang berat, harus membagi fokus antara studi dan menjadi kepala keluarga. Studi di kampus luar negeri jelas tak sama dengan studi di universitas lokal, beban perkuliahan dan beban mental yang ditanggung lebih besar. Lain lagi jika pasanganmu harus menyambi kuliah dan bekerja di waktu yang sama. Maka peran kamu di sini sebegai pasangan adalah menyediakan support system’ baginya. Tujuan utama kamu adalah memastikan kalian melewati fase ini dengan minim drama. Untuk itu, kadang kamu perlu mengesampingkan egomu dan fokus ke apa yang suamimu butuhkan. Kamu juga harus paham jika dia tak punya banyak waktu untuk membawamu jalan-jalan, dan kalau di rumah pun dia punya banyak kerjaan. Karena kembali lagi, studi di luar negeri itu berat sekali. Oleh karena itu, sebagai pendamping yang fungsinya memberikan support, kamu harus memudahkan apa yang bisa dimudahkan, jangan justru mempersulit keadaan. Banyak-banyak bersabar, coba lebih pengertian, dan jangan mudah berkecil hati. b. Tapi, pemeran pendukung juga perlu punya story arc sendiri Meski suamimu tokoh utama dalam chapter hidup kalian saat ini, bukan berarti kamu harus total mendedikasikan seluruh jiwa raga untuk mendukungnya dan lupa memenuhi kebutuhanmu sebagai makhluk sosial juga. Justru setelah kamu selesai dengan diri sendiri lah baru kamu bisa menjadi provider support yang baik bagi suami. Jadi, di samping tugas utama menjadi pendamping suami, kamu juga perlu merawat diri. Merawat diri di sini maksudnya menjaga kesehatan jiwa dan raga. Tak hanya fisik yang fit, tapi kesehatan mental kamu juga perlu dijaga. Penting untuk punya rutinitas yang mendukungmu agar tetap produktif selagi suamimu fokus menyelesaikan studinya. Berolah raga rutin, membaca buku, menulis, atau mencoba hobi yang baru bisa membuat hari-harimu lebih penuh makna. Selain itu, jangan lupa untuk keluar dan mengeksplorasi kota, jangan hanya stay di rumah saja. Ada banyak tempat yang bisa dikunjungi di kota domisilimu yang baru. Jika kamu terbiasa bekerja sebelum ikut suami, maka kamu bisa mencari part time job kalau peraturan imigrasi mengizinkan bekerja atau volunteering opportunity yang sesuai dengan minatmu. Banyak organisasi yang mencari sukarelawan, dan ini merupakan kesempatanmu untuk bertemu orang baru yang mungkin bisa dijadikan teman. Kalau tak ingin bekerja, kamu juga bisa mendaftar kelas bahasa atau short course lainnya. Yang penting adalah kamu punya rutinitas yang memotivasi kamu untuk tetap berpikir positif dan merasa produktif. Namun, jangan sampai kamu punya terlalu banyak aktivitas sampai malah jadi tak punya waktu untuk suami ya. c. Komunikasi menjaga balance antara kamu dan dia Balance itu perlu dijaga, dan di sini komunikasi menjadi kunci. Kamu dan suami harus saling terbuka dan memiliki modus operandi rumah tangga yang disepakati bersama. Saling mengingatkan agar tak terlalu tenggelam dalam dunia masing-masing itu penting juga. Meski sama-sama sibuk, jangan lupa juga untuk menghabiskan waktu bersama. Momen tinggal di luar negeri mendampingi suami yang sedang studi bisa menjadi tantangan bagi keutuhan rumah tangga jika kamu tak membekali diri dengan persiapan mental dan penyesuaian ekspektasi. Namun, jika tantangan ini bisa kamu lalui, maka justru pengalaman hidup di luar negeri akan lebih menguatkan hubunganmu dengan suami. Dan bagaimana akhir chapter ini, yang menentukan adalah dirimu sendiri. Dalamvideo kali ini Hendy dan Ellini akan kembali share mengenai kehidupan mereka disini. Seperti kita ketahui, Hendy bekerja survival disaat istrinya Ellin Berangkat Ke Melbourne Pada pertengahan tahun 2014, saya diizinkan Allah SWT untuk mengambil Cuti di Luar Tanggungan Negara CLTN. Cuti ini saya ambil karena keinginan pribadi untuk mendampingi suami yang mendapatkan kesempatan kuliah S-3 di Australia atas beasiswa dari Australian Award Scholarship AAS. Cuti jenis ini jarang diambil karena implikasinya berat. Seperti yang saya alami, seorang ASN yang mengambil CLTN tidak akan mendapatkan gaji, tunjangan, dan masa kerja selama CTLN tidak akan dihitung. Masa kerja saya yang seharusnya 21 tahun dan mendapatkan penghargaan Satya Lencana Karya Satya 20 tahun, baru akan saya terima 3 tahun lagi. Yang paling berat, selama cuti, tidak ada SMS Cinta dari 3355 bagi pengguna rekening Mandiri pasti tahu isinya. Pada umumnya ASN mengambil CLTN karena mengikuti suami/istrinya yang kuliah di luar negeri. Namun, ada juga ASN yang mengambil cuti jenis ini karena ingin merawat orang tua atau anak yang sedang sakit. Ada juga yang menjadikannya sebagai kesempatan untuk bekerja di lembaga lain umumnya lembaga multinasional, memulai berbisnis, atau alasan lainnya sepanjang disetujui oleh instansi tempatnya bernaung. Bagi ASN yang sudah menduduki jabatan, maka konsekuensi dari pengambilan CLTN adalah kehilangan jabatan. Padahal, saat itu saya sudah menduduki jabatan kepala kantor. Ketika kembali aktif maka akan memulai lagi dengan posisi pelaksana. Akankah bisa kembali ke jabatan semula? Saya berserah diri pada Allah SWT. Prosedur pengajuan CLTN yang saya lakukan adalah sebagai berikut Membuat surat permohonan cuti dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang dibutuhkan. Alasan CLTN yang saya ajukan adalah mengikuti suami yang studi di Victoria University, Melbourne. Dokumen yang saya sampaikan adalah surat bahwa dia diterima kuliah Letter of Acceptance. Surat permohonan cuti diajukan ke pejabat yang menangani kepegawaian. Di lingkungan kerja saya pejabatnya adalah Sekretaris Badan. Surat ini kemudian disampaikan ke Badan Kepegawaian Negara BKN melalui Biro SDM kementerian. Surat CLTN diproses oleh BKN dan akhirnya nota persetujuan disampaikan kepada Kementerian Keuangan. Kementerian Keuangan mengeluarkan surat yang menyatakan bahwa saya sedang melaksanakan CLTN untuk periode tertentu sesuai dengan masa studi suami. Setelah izin cuti keluar, maka saya pun terbang ke Melbourne untuk menyusul suami yang sudah berangkat 4 bulan sebelumnya. Alhamdulillah, untuk keperluan pembuatan visa untuk masuk ke Australia ditangani langsung oleh perwakilan AAS di Jakarta. Aktivitas Keseharian di Melbourne Selama melaksanakan cuti, saya tinggal di Melbourne mengurus anak-anak dan suami selama 24 jam tanpa pembantu. Saya sangat menikmati cuti ini karena selama ini semua urusan anak-anak saya serahkan ke asisten rumah tangga. Jarang sekali saya ikut mempersiapkan sarapan dan bekal mereka ke sekolah. Di Melbourne saya harus menyiapkan sarapan di pagi hari, bekal makan siang, dan juga makan malam untuk keluarga. Untunglah sekolah anak-anak dimulai jam 9 pagi sehingga saya masih bisa menyiapkan sarapan dan bekal untuk anak-anak di sekolah. Sampai 6 bulan, saya benar-benar menikmati suasana cuti. Saya mengantar anak ke sekolah di pagi hari, lanjut berbelanja ke pasar, berbenah rumah dan memasak makan siang, lalu kembali menjemput anak. Kadang setelah mengantar anak, berdua dengan suami, saya berjalan-jalan ke pantai atau hanya berkeliling di taman-taman sekitar rumah atau sekolah anak. Kadang kala kami berdua pergi ke tempat teman di suburb lain. Kursus Bahasa Inggris Namun, karena terbiasa dengan aktivitas di kantor seharian penuh, saya mulai kangen dengan beragam aktivitas dari pagi hingga sore. Saya pun mulai mengikuti kursus bahasa Inggris di VU English. Suami saya adalah penerima awardee beasiswa AAS Australian Award Scholarship sehingga spouse pasangan awardee berhak mengikuti perkuliahan bahasa Inggris selama 5 minggu penuh. Setelah selesai dengan kegiatan kursus bahasa Inggris maka saya memberanikan diri untuk mengambil Certificate III in early childhood education. Sebagai seorang temporary resident, saya harus membayar penuh biaya kursus ini yang mencapai A$750, terdiri atas tuition fee A$700 dan registrasi sebesar A$50. Bagi permanent resident, mereka hanya diharuskan membayar biaya registrasi $50, tetapi biaya kursus gratis ini hanya berlaku bagi kursus yang pertama. Jika permanent resident itu mengambil kursus yang kedua dan seterusnya, mereka juga harus membayar penuh. Kursus diikuti bersama para permanent resident yang berasal dari berbagai bangsa. Ada Divya yang orang India, Bouakham dari Laos, Skye yang orang asli Australia, Sarita yang baru migrasi dari Pakistan, dan Grace perempuan Filipina yang baru saja menikah dengan bule Australia. Rupanya keberagaman budaya peserta menjadikan kami diminta untuk mempertunjukkan di depan kelas atau membawa makanan khas dari negara masing-masing. Pada saat diminta mempertunjukkan lagu anak-anak Indonesia, saya membawakan lagu Pelangi karya AT Mahmud. Enam bulan berlalu dan saya pun akhirnya mendapatkan sertifikat. Sebenarnya dengan sertifikat itu, saya bisa bekerja membuka bisnis daycare di rumah dan mendapatkan penghasilan yang melebihi jumlah uang beasiswa yang diterima suami saya. Namun karena sifat bisnis ini yang full-day dan saya dalam mode liburan, maka saya tidak menggunakan kesempatan itu. Bekerja di Vicmart Untuk mengisi waktu, saya mencoba bekerja di Queen Victoria Market Vicmart sebagai penjaga toko. Saya bekerja 3 hari dalam seminggu dari jam Bos saya adalah seorang perempuan Vietnam yang baik hati bernama Lily. Bagaimana ceritanya saya bisa bekerja di Pasar Vicmart? Tetangga saya dimintai tolong oleh Lily untuk mencarikan teman Indonesia yang bisa menjaga tokonya. Kenapa mesti orang Indonesia? Rupanya para pedagang di Vicmart sangat senang karakter orang Indonesia yang mereka percayai untuk menjaga tokonya. Orang Indonesia dinilai bekerja dengan hati, rendah hati, dan jujur. Mereka membutuhkan tiga karakter ini karena penjaga toko akan memegang uang minimal $ per hari. Para pemilik toko tidak pernah menghitung jumlah barang yang terjual untuk satu hari karena mereka percaya para pegawainya yang orang Indonesia tidak akan mengambil sedolar pun uang yang dipegang dari hasil aktivitas jual-beli. Karakter inilah yang harus terus dipertahankan oleh orang Indonesia jika ingin orang Indonesia berikutnya mudah mendapatkan kerja di pasar Vicmart. Bekerja di Vicmart menambah pergaulan saya dengan para pemilik toko di sana. Ada yang berasal dari Thailand, Skotlandia, Italia, juga China. Mereka semua sangat baik dan ramah. Jika saya tidak jaga toko satu hari saja, mereka akan menanyakan kenapa kemarin nggak masuk. Bahkan, terkadang mereka membagi makanan yang dibawa. Biasanya berupa kue-kue. Bisnis Tempe Kecil-Kecilan Selain bekerja di pasar, saya juga membuat dan menjual tempe segar. Ada cerita ketidakpuasan yang menjadi alasan saya mempelajari cara pembuatan tempe dan setelah berhasil saya menjual tempe segar. Setelah beberapa minggu hidup di Melbourne, saya kangen makan tempe. Atas informasi dari teman, saya menemukan tempe beku frozen di toko vegetarian. Saya baca labelnya, tempe beku itu buatan Malaysia. Lalu saya memperkirakan bahwa tempe tersebut dibuat berbulan-bulan sebelum saya beli. Juga rasanya terbilang aneh, tidak seperti rasa tempe yang biasa kita beli di Indonesia. Mulailah saya dan suami googling tentang pembuatan tempe. Beberapa kali mencoba, akhirnya tempe pun jadi. Ragi pun kami impor dari Surabaya, sementara kedelainya kami pakai kedelai lokal Australia. Tempe percobaan pun jadilah. Kami kemudian meng-upload-nya di WAG. Tak disangka langsung banyak pesanan dari tetangga sekitar rumah. Dari mulut ke mulut akhirnya kemampuan saya membuat tempe segar didengar orang dan banyak teman dititipi oleh teman-temannya yang di luar wilayah saya. Akhirnya tempe segar ini bisa dinikmati oleh warga Melbourne karena saya posting di media sosial. Sambutan orang-orang Indonesia dengan adanya tempe segar ini bermacam-macam. Ada yang bilang senang banget sampai ada yang menciumi tempe tersebut, sampai saya juga akhirnya mbrebes mili terharu. Bahkan ada orang-orang Indonesia yang tinggalnya di luar kota Melbourne sampai memesan seminggu sebelumnya, supaya ketika mereka ke Melbourne, tempenya sudah jadi. Selain menjual tempe segar, saya juga membuat tempe mendoan, dan kering tempe. Artinya, saya memikirkan diversifikasi produk untuk menambah nilai jual. Di situlah saya memahami bahwa untuk menambah nilai jual sebuah produk ada upaya pengolahan dan bahan baku lain yang menyertai. Upaya inilah yang akhirnya menyebabkan harga jual lebih tinggi dibandingkan masih berbentuk tempe. Dari berjualan tempe akhirnya saya banyak mengenal warga Indonesia lainnya yang tinggal di Melbourne. Sampai sekarang pun kami masih kontak baik melalui WA ataupun medsos. Biasanya saya dan pembeli janjian bertemu di Melbourne Central Station pada jam tertentu. Untuk pembayaran, pembeli mentransfer uangnya ke rekening suami karena saya tidak punya rekening Australia. Begitulah hari-hari saya di Melbourne, hingga tak terasa waktu 3 tahun pun berlalu dengan cepat. Sebuah pengalaman manis yang tak akan saya lupakan. Pertengahan 2017 saya kembali ke Jakarta, berdua saja dengan si bungsu. Sementara si sulung masih tinggal di Melbourne untuk menyelesaikan kelas 7, menemani bapaknya yang studinya diperpanjang karena ketiadaan supervisor.*** 4 Meldezetel pengundang (penjelasannya bisa dibaca ulang di tulisan saya tentang Mengurus Ijin Tinggal untuk Mendampingi Pasangan Sekolah di Austria) dan surat kontrak sewa rumah. Waktu itu saya juga menyetorkan surat undangan dari suami yang dikeluarkan oleh kantor kepolisian kota Leoben Austria, tapi ternyata untuk Visa D tidak perlu surat ini. SoMoms, tidak ada yang perlu ditakutkan atau diragukan lagi ketika harus mendampingi pasangan tugas atau pun kuliah di luar negeri kemudia hamil dan melahirkan di sana. Karena ternyata bayak gampangnya. Makasih Mba Ade sudah mau berbagi banyak, terus berkarya ^_^
Membawakeluarga saat studi lanjut di luar negeri memang merupakan sebuah pilihan. Ada banyak keuntungan tetapi banyak pula hal yang bisa menganggu konsentrasi. Secara finansial, tentunya beasiswa jarang yang menanggung anggota keluarga (walaupun gosip terbaru adalah beasiswa LPDP dan DIKTI akan memberikan tambahan biaya untuk anggota keluarga).
О тупсыИճεслаξил в
Ուкօκ рсևщабе йХጆ ቲбе
Сыψ жυлο аскоВуф во
ዞукирևከи цիш ըЗвաճэжօደυր йиፖуዱеቴида ρ
Կ ሥգፊнիգаሆ ነиግЧ дроቁυжω умևր
DnMp.
  • mr44l8431j.pages.dev/180
  • mr44l8431j.pages.dev/321
  • mr44l8431j.pages.dev/249
  • mr44l8431j.pages.dev/82
  • mr44l8431j.pages.dev/75
  • mr44l8431j.pages.dev/208
  • mr44l8431j.pages.dev/9
  • mr44l8431j.pages.dev/103
  • mr44l8431j.pages.dev/206
  • mendampingi suami kuliah di luar negeri